Rabu, 15 Februari 2012

Diskusi Penafsiran Yohanes 17:1-5



Berilah KemuliaanMu Untuk memuliakanMu

Pendahuluan

Secara keseluruhan, Yoh 17 ini merupakan doa dari murid-muridNya. Walaupun di dalamnya ada juga sedikit yang ditujukan untuk orang-orang yang percaya kepada Kristus karenapemberitaanmurid-murid-Nya (ayat 20).

Pasal ini merupakan puncak dari saat-saat perpisahan Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya. Doa-Nya yg panjang dan tak berkeputusan ini menggambarkan kesungguhanNya untukmemerhatikan masa depan murid-muridNya. Doa ini juga memperlihatkan kedekatan-Nya denganBapa-Nya.

Dari segi pembagian narasi, pasal 17 merupakan salah satu perikop yang masuk kedalam pembagian kata perpisahan kepada murid-murid Yesus pada pasal 13-17.  Dimana pasal ini merupakan bagian puncak dari perpisahan Yesus dengan orang-orang termasuk muridnya.
Kalau dilihat dari isi doanya, maka doa TY ini terbagi atas 3 bagian yaitu kemuliaanberdasarkan inkarnasi Kristus (ay. 1-5), persiapan-Nya untuk pergi (ay. 6-19), dan tentang gereja(ay.20-26).
Bagi kami (kelompok), Injil Yohanes 17:1-5 merupakan sebagian kecil dari rangkaian doa Yesus di pasal 17 ini karena hanya berupa pengantar kepada inti doa Yesus di ayat berikutnya.

Ayat 1. Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata, “Bapa telah tiba saatnya, permuliakanlah anak-MU supaya anak-MU mempermuliakan Engkau.

Pada ayat ini memperlihatkan bahwa penulis yang memulai mengantarkan pembaca kepada suasana doa Yesus sehingga terkesan lebih dekat dengan narasi tersebut (terutama pada doa Yesus). Ini bisa dilihat pada kalimat “Demikianlah kata Yesus. Lalu ia menengadah ke langit dan berkata”. Yesus langsung berkata kepada Bapa-Nya menunjukkan kedekatan hubungan Yesus dan Bapa-Nya, di mana ada Yesus,di sana ada Allah/ Bapa.

Kata  pater (Bapa) yang diucapkan Yesus ini sama sekali tidak bermaksud bias gender. Buktinya kata ini tidak berakhiran -ας (as) atau -ης (es) yang jelas-jelas menunjuk pada jenis kata-kata maskulin.   Kata tersebut juga bisa ditafsirkan “parents/orangtua”, ini berangkat dari hubungan yang amat dekat antara Yesus dan Allah layaknya anak dan orangtua.
Ini merupakan salah satu ciri khas penulisan Injil Yohanes, yang mampu membentuk suatu narasi secara utuh sebagai suatu keseluruhan sehingga terkesan lebih realable.[1]
Kalimat “Telah tiba saatnya”. Saat merupakan selang waktu yang pendek, lebih kurang 60 menit, saat itu berarti kekinian.
Kata doxason (permuliakanlah), merupakan kata kerja present imperatif[2] (imperatif=permohonan). Yesus (orang 1 tunggal) memohon kepada Bapa (orang ke 2). present imperatif memiliki arti bahwa ada suatu permintaan atau permohonan agar orang ke 2 yang dituju berbuat sesuatu terus-menerus atau berbuat berulang-ulang kali. Artinya “kemuliaan” yang dimohon oleh Yesus bukanlah “kemuliaan” yang sekali untuk selamanya, tetapi yang kontinuitas. Karena ini adalah sebuah permohonan atau permintaan, maka belum dipenuhi (dalam kerangka pasal 17).

Permuliakanlah anak-MU supaya anak-MU mempermuliakan Engkau jika secara harafiah kalimat ini berbunyi “permuliakanlah sang anak, supaya dia mempermuliakan Engkau”. Lagi-lagi Ini merupakan struktur yang unik dari penulis injil Yohanes. Tetapi terlepas dari itu, kalimat ini mau menekankan sekali lagi bahwa antara Yesu dan Bapa itu ada relasi (bernuansa memiliki) yang amat dekat. Disini Yesus meminta dipermuliakan Bapa supaya Bapa juga akan dipermuliakan. Bagaimanakah bentuk kemuliaan itu?

Kata doksason berasal dari akar kata doksa yang menunjuk sifat Allah tersebut. Maka Yesus adalah kemuliaan itu.[3] Kemuliaan yang diharapkan Yesus bermakna sesuatu yang tersembunyi dalam diri-Nya sendiri dibawa ke luar.[4] Berdasarkan kata tersebut dapat dikatakan bahwa kemuliaan yang diharapkan Yesus dalam pribadi-Nya bukanlah kemuliaan yang biasa selayaknya manusia memperoleh keberhasilan tertentu melainkan kemuliaan yang luar biasa atau yang berarti tidak semua orang dapat memperolehnya.

Kemuliaan yang diperoleh Yesus memang dirasa berasal dari Allah sebagaimana kata doksa yang menunjuk pada Allah namun menurut kami hal tersebut bukanlah sesuatu yang instan begitu saja diberikan oleh dan menunjuk pada Allah (Bapa) melainkan ada sebuah tindakan yang dilakukan. Tindakan tersebut mengarah pada ketaatan pada Allah melalui kematian Yesus di kayu salib. Sebab kemuliaan itu (kabod, beban, membinasakan) dinyatakan di atas salib (Ibr. 2:9-10; Yoh:17:22). Kematian Yesus membawa kemuliaan karena salib mengindikasikan bahwa Yesus telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Allah untuk dilaksanakan-Nya.[5] Pekerjaan tersebut adalah menyelamatkan manusia bukan menghakimi dan menghukum. Walaupun seseorang baru dapat selamat apabila ia merespon karya Yesus melalui tindakan yang dilakukan Yesus. Respon tersebut diaktualisasikan berupa adanya sikap percaya yang sungguh pada Yesus. Sebab bisa dikatakan justru melalui percaya pada Yesus maka kemuliaan Allah atau pada diri Yesus (11:40). Berarti dapat pula dikatakan bahwa apabila manusia tidak percaya pada Yesus maka ia tidak dapat melihat kemuliaan Allah.Ada gagasan Yesus yang tersisip dalam sebuah paradoks Yesus itu sudah mulia tetapi Ia minta dimuliakan terdapat dalam kerangka percakapan perpisahan  menjelang peristiwa penyaliban-Nya.

Dengan kata lain Yesus sudah memiliki kemuliaan, kemuliaan yang dimiliki Yesus adalah kemuliaan dari Allah. Kemuliaan yang ada pada Yesus sebenarnya sudah dinyatakan Yesus semasa hidupnya sebagai manusia. Namun Yesus meminta kemuliaan Allah yang sepertinya ingin memuliakan Allah itu sendiri. Kemuliaan yang diminta oleh Yesus ini akan dinyatakan ketika Yesus disalibkan. Kematian Yesus menghasilkan kemuliaan  untuk Allah.

Ayat 2. Sama seperti Engkau telah memberikan kepadaNYA kuasa atas segala yang hidup, demikian pula IA akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepadaNYA.

Kami menyadari bahwa kata “Nya” ini sebenarnya menunjuk pada orang ke 3 tunggal, tetapi maksudnya adalah Yesus Kristus yang sedang dijelaskan oleh penulis dalam tulisannya. Jadi kami tetap menganggap Nya disini merujuk pada Yesus.

Kata katos  diartikan “sama seperti” cukup tepat, tetapi bisa juga menafsirkannya dengan “sebagaimana (just as)”. Sehingga bunyinya menjadi “sebagaimana Engkau telah memberikan kepadaNYA kuasa atas segala yang hidup”. Artinya kemuliaan yang diminta tadi disetarakan dengan kuasa yang telah diberikan kepada Yesus. Sepertinya yang ingin dikatakan dimana sebesar kuasa yang ada pada Yesus setara dengan kemuliaan yang diminta olehNya.

“Segala yang hidup” kata yang dipakai adalah sarx, kami membayangkannya sebagai human nature (kelemahan dan keinginan daging) artinya labih kepada hal-hal yang fisik ataupun hal-hal moral.  Jadi sebenarnya Yesus lebih berkuasa atas segala kelemahan tersebut, bisa pula diartikan teladan yang ditunjukan Yesus bisa mengatasi kelemahan tersebut. Ini agak bertentangan dengan ajaran Gnostisisme yang kala itu sangat berpengaruh.[6] Bagi kami kata sarkos (sarx) pada bagian ini memang dipertentangkan dengan kata soe, tetapi bisa juga memberikan perbandingan bersyarat. Jika kemuliaan yang diterima Yesus itu atau kuasa atau teladan itu diikuti dan diteladani oleh orang-orang percaya, maka mereka akan mendapatkan hidup (soe).

Dan “mereka” tersebut adalah orang-orang percaya yang telah diberikan Allah kepada Yesus, artinya pekerjaan Yesus bukanlah pekerjaan yang bersifat individualistik, tetapi kuasa Allah selalu menyertai. Lagian posisi Yesus disini hanyalah sebagai seorang utusan.

Ayat 3. Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.

Muncul beberapa pembahasan yang menjadi pertanyaan yang cukup menarik dalam menafsirkan ayat ini. Beberapa orang yang ingin mengkritik agama kristen akan memakai ayat ini sebagai dasar kritikan mereka.
Hidup kekal pada ayat ini merupakan sebuah penjelasan lanjutan atas ayat 2. Hidupkekal merupakan sesuatu yang cukup penting,

  1. a.       Yesus disalibkan untuk menawarkan hidup yang kekal - Yoh 3:14-16
  2. b.      Hidup yang kekal dalam Kristus Yesus adalah pemberian Allah - Roma 6:23

Berbeda dengan ayat sebelumnya yang menyetarakan kemuliaan dan kuasa, pada ayat ini hidup kekal tidak disetarakan namun diartikan langsung. Namun apa sebenarnya hidup kekal itu sendiri?

Hidup kekal yang ditekankan disini bukanlah bernuansa eskatologis yaitu sesuatu yang bersifat mengawang dan terjadi atau ada ketika setelah meninggal. Hidup kekal dalam ayat ini merupakan suatu hidup yang beraspek “kekinian”. Dan aspek tersebut ditandai dengan pengenalan akan Allah Bapa (sang pengutus) melalui teladan hidup yang ditunjukan Yesus. Dan bagi kami inilah bentuk kemuliaan yang diperoleh Allah, seperti yang dimaksudkan pada ayat 1.

Ada penjelasan lain yaitu Yohanes seakan-akan memilih untuk menggunakan kalimat "hidup kekal" dalam hal yang ingin menyentuh aspek khusus yaitu aspek yang menggambarkan sebuah kualitas hidup (dan bukan hanya kuantitashidup dalam bentuk umur) yang datang dari Allah mengetahui dan Putra-Nya Yesus Kristus. Pada pengertian ini, hidup kekal adalah milikmanusia masa kini.

Mereka mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar Potongan kalimat, merupakan bagian dari ayat 3 ini merupakan sesuatu yang sering diperdebatkan. Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana manusia mampu memiliki pengenalan, pengetahuan tentang Allah? Allah yang benar? berarti ada Allah yang tidak benar?Kesalahan dasar dari pembaca-pembaca “ulung” yang mencoba kritis itu adalah mempercayai terjemahan secara utuh sehingga  tidak melihat konteks dan juga bahasa aslinya.

Ada dua kata berbeda untuk 'tahu' dalam bahasa Yunani yaitu pertama oida - kata ini menunjukkan kegenapan pengetahuan, datang dari pengamatan. Kedua ginosko -. kata ini menunjukkan kemajuan dalam pengetahuan,sering menyiratkan hubungan yang aktif antara
MahaMengetahui dan obyek dikenal.

Dalam Yoh 17:03, kata tersebut memakai kata ginosko dimana dapat dimengerti memiliki maksud bahwa untuk 'tahu' akan Allah dan Yesus merupakan sesuatu yang  melampaui pengetahuan tentang fakta-fakta tentang mereka.  Ini menyiratkan pengetahuan yang progresif dan pemahaman yangdatang dengan memiliki hubungan yang aktif dengan Mereka

Ayat 4. Aku telah mempermuliakan engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang engkau berikan kepadaku untuk melakukannya.

Disini ada sedikit penekanan tentang apa yang dimaksudkan Yesus sebelumnya. Tentang maksud eksistensi Yesus di dunia dengan segala pekerjaan yang ditugaskan kepadaNya.
Aku telah mempermuliakan engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang engkau berikan kepadaku untuk melakukannya. Pada ayat ini, muncullah sebuah pernyataan dari Yesus bahwa Ia telah menyelesaikan tugasnya “Aku telah mempermuliakan engkau”. Ungkapan ini menggambarkan fakta bahwa semua yang dikerjakan Yesus selama hidup dan karyanya di bumi adalah hanya untuk kemuliaan Bapa. Berbeda dengan yang dilakukan oleh para pemimpin Yahudi, Yesus sendiri dengan tegas mengungkapkan bahwa Ia sudah mempermuliakan Bapa![7] Dan sejauh ini, Ia sudah selesai melaksanakan tugas-Nya sebagai orang yang diutus ke dunia. Namun tentunya kita juga bertanya-tanya, bagaimana mungkin Ia dapat berkata bahwa Ia telah menyelesaikan tugas-Nya?
Namun inilah yang menjadi keunikan dari pernyataan Yesus tersebut. Ia memiliki hak yang kuat untuk berkata bahwa Ia telah bertahan selama ini dan dengan yakin Ia pasti akan bisa menanggung penderitaan yang akan dihadapi-Nya. Poin penting yang dapat kita ambil dalam pernyataan ini adalah bahwa melalui karya Yesus untuk menyelamatkan orang-orang berdosa inilah, disitu Bapa dimuliakan. Kata ‘teleosas’ dalam ungkapan Yesus secara harafiah berarti “menyelesaikan tugas/finishing the task”
Puncak tugas yang harus dilakukan Tuhan Yesus adalah menyerahkan diri-Nya mati di kayu salib. Dengan memenuhi tugas-Nya, Yesus bukan hanya yakin akan rencana Allah yang kekal, namun Dia juga memberi teladan kepada murid-murid-Nya untuk memercayai Allah yang Mahakuasa dalam bekerja dan percaya penuh bahwa Dia tak pernah lepas tangan.

Ayat 5. Oleh sebab itu ya Bapa permuliakannlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang kumiliki di hadiratMU sebelum dunia ada.
Setelah menggenapi semuanya sesuai dengan rencana Allah, Yesus tahu kalau Dia akan dipermuliakan ke tempat asal muasal-Nya, sebelum Dia berinkarnasi ke bumi –di sebelah kanan Bapa-Nya (bdg.kan dengan Markus 16:19, Efesus 1:20). Dengan pemuliaan demikian adalam pandangan-Nya, Yesus mengungkapkan keinginan-Nya untuk kembali kepada kemuliaan yang ada di surga. Itulah sebabnya Dia meminta Bapa untuk mempermuliakan-Nya pada Bapa sendiri dengan kemuliaan yang dimiliki-Nya di hadirat Bapa sebelum dunia ada. Yesus melihat jauh melampaui kehinaan dan derita karena ketaatan-Nya, kematian-Nya di kayu salib (Filipi 2:5-8), kepada kemuliaan yang menunggu-Nya saat Dia kembali ke surga. Kemuliaan yang akan diterima-ya adalah memang benar-benar milik-Nya, baik karena gelar surgawi-Nya (sebagai anggota ke dua dari Trinitas) dan karena ketertundukan-Nya yang mutlak pada kehendak Bapa. Yesus juga tahu bahwa kematian-Nya akan membawa hidup kekal kepada semua orang yang percaya kepada-Nya, sehingga di surga akan ada sukacita (bdg.kan Lukas 15:7) dan paduan suara sorgawi  akan memuji dan meninggikan Yesus karena sukacita yang terkandung dalam salib, walaupun Dia menanggung malu saat memikul beban dosa dan kengerian ketika ditinggalkan oleh Bapa[8] lain ada pengulangan, bagian ini juga mau menegaskan bahwa Yesus dan Bapa adalah satu, satu dalam karya dan kemuliaan, bahkan sebelum dunia diciptakan (mengenai keesaan ini, lebih banyak sudah dijelaskan dalam pasal 1).

PENUTUP
Kelompok melihat bahwa doa Yesus merupakan doa yang merujuk pada persiapan Yesus menuju kematiannya. Doa-doa itu dimulai dari permohonan Yesus kepada Bapa atas kemuliaan yang pada dasarnya itu adalah Kemuliaan Sang Bapa. Lewat kematian Yesus itulah, kemuliaan Bapa itu akan dinyatakan. Disini juga mau diperlihatkan bahwa kematian Yesus tidak terjadi begitu saja, melainkan kematian Yesus terjadi ketika Ia sudah menyelesaikan tugas-tugas dan karya-Nya.
Pada akhirnya, kemuliaan yang akan dinyatakan setelah kematian Yesus berpengaruh pada jemaat yang akan ditinggalkannya. Kemuliaan yang ditinggalkan itu akan memberikan kehidupan kekal berupa kualitas hidup dalam pengenalan akan Bapa.



[1]Band, Willi Marxen. Pengantar Perjanjian Baru. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996),  hal. 311.
[2]Kami menduga ini present imperatif aktif. Karena present impertif bisa aktif tetapi bisa juga pasif.
[3] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab: Panduan Dasar ke dalam Kitab-kitab, Tema, Tempat, Tokoh, dan Istilah Alkitabiah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), hal. 191.
[4]Thomas L. Brodie, The Gospel According to John: A Literary and Theological Commentary, (New York: Oxford University Press, 1993), hal. 513.
[5] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes Pasal 8-21, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),hal.324.
[6]Bnd, Willi Marxen, Pengantar Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), Hal.  319.
[7]WillianHendriksen, New Testament Commentary, (Michigan: Baker Book House Grand Rapid, 1989), hal. 350.
[8]MacArthur, hal 255-256.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar