Berilah KemuliaanMu Untuk memuliakanMu
Pendahuluan
Secara keseluruhan, Yoh 17 ini merupakan doa dari murid-muridNya. Walaupun di dalamnya ada juga sedikit yang ditujukan untuk
orang-orang yang percaya kepada Kristus karenapemberitaanmurid-murid-Nya (ayat
20).
Pasal ini merupakan puncak dari saat-saat
perpisahan Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya. Doa-Nya yg panjang dan tak
berkeputusan ini menggambarkan kesungguhanNya untukmemerhatikan masa depan
murid-muridNya. Doa ini juga memperlihatkan kedekatan-Nya
denganBapa-Nya.
Dari segi pembagian narasi, pasal 17
merupakan salah satu perikop yang masuk kedalam pembagian kata perpisahan
kepada murid-murid Yesus pada pasal 13-17.
Dimana pasal ini merupakan bagian puncak dari perpisahan Yesus dengan
orang-orang termasuk muridnya.
Kalau dilihat dari isi doanya, maka doa TY ini
terbagi atas 3 bagian yaitu kemuliaanberdasarkan inkarnasi Kristus (ay. 1-5), persiapan-Nya untuk pergi (ay. 6-19), dan tentang gereja(ay.20-26).
Bagi
kami (kelompok), Injil
Yohanes 17:1-5 merupakan sebagian kecil dari rangkaian doa Yesus di pasal 17
ini karena hanya berupa pengantar kepada
inti doa Yesus di ayat berikutnya.
Ayat 1.
Demikianlah kata Yesus. Lalu Ia menengadah ke langit dan berkata, “Bapa telah
tiba saatnya, permuliakanlah anak-MU supaya anak-MU mempermuliakan Engkau.
Pada ayat ini memperlihatkan bahwa penulis yang memulai
mengantarkan pembaca kepada suasana doa Yesus sehingga terkesan lebih dekat
dengan narasi tersebut (terutama pada doa Yesus). Ini bisa dilihat pada kalimat
“Demikianlah kata Yesus. Lalu ia
menengadah ke langit dan berkata”. Yesus langsung berkata kepada Bapa-Nya
menunjukkan kedekatan hubungan Yesus dan Bapa-Nya, di mana ada Yesus,di sana
ada Allah/ Bapa.
Kata pater (Bapa) yang diucapkan Yesus ini
sama sekali tidak bermaksud bias gender. Buktinya kata ini tidak berakhiran -ας
(as) atau -ης (es) yang jelas-jelas menunjuk pada jenis kata-kata
maskulin. Kata tersebut juga bisa
ditafsirkan “parents/orangtua”, ini berangkat dari hubungan yang amat dekat antara
Yesus dan Allah layaknya anak dan orangtua.
Ini merupakan salah satu ciri khas penulisan Injil
Yohanes, yang mampu membentuk suatu narasi secara utuh sebagai suatu
keseluruhan sehingga terkesan lebih realable.[1]
Kalimat “Telah tiba
saatnya”. Saat merupakan selang waktu yang pendek, lebih kurang 60 menit,
saat itu berarti kekinian.
Kata doxason
(permuliakanlah), merupakan kata kerja present imperatif[2]
(imperatif=permohonan). Yesus (orang 1 tunggal) memohon kepada Bapa (orang ke
2). present imperatif memiliki arti bahwa ada suatu permintaan atau permohonan
agar orang ke 2 yang dituju berbuat sesuatu terus-menerus atau berbuat
berulang-ulang kali. Artinya “kemuliaan” yang dimohon oleh Yesus bukanlah
“kemuliaan” yang sekali untuk selamanya, tetapi yang kontinuitas. Karena ini
adalah sebuah permohonan atau permintaan, maka belum dipenuhi (dalam kerangka
pasal 17).
Permuliakanlah
anak-MU supaya anak-MU mempermuliakan Engkau jika secara harafiah kalimat ini berbunyi “permuliakanlah sang anak,
supaya dia mempermuliakan Engkau”. Lagi-lagi Ini merupakan struktur yang unik
dari penulis injil Yohanes. Tetapi terlepas dari itu, kalimat ini mau
menekankan sekali lagi bahwa antara Yesu dan Bapa itu ada relasi (bernuansa
memiliki) yang amat dekat. Disini Yesus meminta dipermuliakan Bapa supaya Bapa
juga akan dipermuliakan. Bagaimanakah bentuk kemuliaan itu?
Kata doksason berasal
dari akar kata doksa yang menunjuk
sifat Allah tersebut. Maka Yesus adalah kemuliaan itu.[3]
Kemuliaan yang diharapkan Yesus bermakna sesuatu yang tersembunyi dalam
diri-Nya sendiri dibawa ke luar.[4]
Berdasarkan kata tersebut dapat dikatakan bahwa kemuliaan yang diharapkan Yesus
dalam pribadi-Nya bukanlah kemuliaan yang biasa selayaknya manusia memperoleh
keberhasilan tertentu melainkan kemuliaan yang luar biasa atau yang berarti
tidak semua orang dapat memperolehnya.
Kemuliaan yang diperoleh Yesus memang dirasa berasal dari
Allah sebagaimana kata doksa yang
menunjuk pada Allah namun menurut kami hal tersebut bukanlah sesuatu yang
instan begitu saja diberikan oleh dan menunjuk pada Allah (Bapa) melainkan ada
sebuah tindakan yang dilakukan. Tindakan tersebut mengarah pada ketaatan pada
Allah melalui kematian Yesus di kayu salib. Sebab kemuliaan itu (kabod, beban, membinasakan) dinyatakan
di atas salib (Ibr. 2:9-10; Yoh:17:22). Kematian Yesus membawa kemuliaan karena
salib mengindikasikan bahwa Yesus telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan
oleh Allah untuk dilaksanakan-Nya.[5]
Pekerjaan tersebut adalah menyelamatkan manusia bukan menghakimi dan menghukum.
Walaupun seseorang baru dapat selamat apabila ia merespon karya Yesus melalui
tindakan yang dilakukan Yesus. Respon tersebut diaktualisasikan berupa adanya
sikap percaya yang sungguh pada Yesus. Sebab bisa dikatakan justru melalui
percaya pada Yesus maka kemuliaan Allah atau pada diri Yesus (11:40). Berarti
dapat pula dikatakan bahwa apabila manusia tidak percaya pada Yesus maka ia
tidak dapat melihat kemuliaan Allah.Ada
gagasan Yesus
yang tersisip dalam sebuah paradoks Yesus itu sudah mulia tetapi Ia minta
dimuliakan terdapat dalam kerangka percakapan perpisahan menjelang peristiwa penyaliban-Nya.
Dengan kata lain Yesus sudah memiliki kemuliaan,
kemuliaan yang dimiliki Yesus adalah kemuliaan dari Allah. Kemuliaan yang ada
pada Yesus sebenarnya sudah dinyatakan Yesus semasa hidupnya sebagai manusia.
Namun Yesus meminta kemuliaan Allah yang sepertinya ingin memuliakan Allah itu
sendiri. Kemuliaan yang diminta oleh Yesus ini akan dinyatakan ketika Yesus
disalibkan. Kematian Yesus menghasilkan kemuliaan untuk Allah.
Ayat 2. Sama
seperti Engkau telah memberikan kepadaNYA kuasa atas segala yang hidup,
demikian pula IA akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau
berikan kepadaNYA.
Kami menyadari bahwa kata “Nya” ini sebenarnya menunjuk
pada orang ke 3 tunggal, tetapi maksudnya adalah Yesus Kristus yang sedang
dijelaskan oleh penulis dalam tulisannya. Jadi kami tetap menganggap Nya disini
merujuk pada Yesus.
Kata katos diartikan “sama seperti” cukup tepat, tetapi
bisa juga menafsirkannya dengan “sebagaimana (just as)”. Sehingga bunyinya
menjadi “sebagaimana Engkau telah
memberikan kepadaNYA kuasa atas segala yang hidup”. Artinya kemuliaan yang
diminta tadi disetarakan dengan kuasa yang telah diberikan kepada Yesus.
Sepertinya yang ingin dikatakan dimana sebesar kuasa yang ada pada Yesus setara
dengan kemuliaan yang diminta olehNya.
“Segala yang hidup” kata yang dipakai adalah sarx, kami
membayangkannya sebagai human nature (kelemahan dan keinginan daging) artinya
labih kepada hal-hal yang fisik ataupun hal-hal moral. Jadi sebenarnya Yesus lebih berkuasa atas
segala kelemahan tersebut, bisa pula diartikan teladan yang ditunjukan Yesus
bisa mengatasi kelemahan tersebut. Ini agak bertentangan dengan ajaran
Gnostisisme yang kala itu sangat berpengaruh.[6]
Bagi kami kata sarkos (sarx) pada
bagian ini memang dipertentangkan dengan kata soe, tetapi bisa juga memberikan perbandingan bersyarat. Jika
kemuliaan yang diterima Yesus itu atau kuasa atau teladan itu diikuti dan
diteladani oleh orang-orang percaya, maka mereka akan mendapatkan hidup (soe).
Dan “mereka” tersebut adalah orang-orang percaya yang
telah diberikan Allah kepada Yesus, artinya pekerjaan Yesus bukanlah pekerjaan
yang bersifat individualistik, tetapi kuasa Allah selalu menyertai. Lagian
posisi Yesus disini hanyalah sebagai seorang utusan.
Ayat 3. Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.
Muncul beberapa pembahasan yang menjadi pertanyaan yang
cukup menarik dalam menafsirkan ayat ini. Beberapa orang yang ingin mengkritik
agama kristen akan memakai ayat ini sebagai dasar kritikan mereka.
Hidup kekal pada ayat ini
merupakan sebuah penjelasan lanjutan atas ayat 2. Hidupkekal merupakan sesuatu
yang cukup penting,
- a. Yesus disalibkan untuk menawarkan hidup yang kekal - Yoh 3:14-16
- b. Hidup yang kekal dalam Kristus Yesus adalah pemberian Allah - Roma 6:23
Berbeda dengan ayat sebelumnya yang menyetarakan
kemuliaan dan kuasa, pada ayat ini hidup kekal tidak disetarakan namun
diartikan langsung. Namun apa sebenarnya hidup kekal itu sendiri?
Hidup kekal yang ditekankan disini bukanlah bernuansa
eskatologis yaitu sesuatu yang bersifat mengawang dan terjadi atau ada ketika
setelah meninggal. Hidup kekal dalam ayat ini merupakan suatu hidup yang
beraspek “kekinian”. Dan aspek tersebut ditandai dengan pengenalan akan Allah
Bapa (sang pengutus) melalui teladan hidup yang ditunjukan Yesus. Dan bagi kami
inilah bentuk kemuliaan yang diperoleh Allah, seperti yang dimaksudkan pada
ayat 1.
Ada penjelasan lain yaitu Yohanes seakan-akan memilih untuk menggunakan kalimat "hidup kekal" dalam hal yang ingin menyentuh aspek khusus yaitu aspek yang menggambarkan sebuah kualitas hidup
(dan bukan hanya kuantitashidup dalam bentuk umur) yang datang dari Allah mengetahui dan Putra-Nya Yesus Kristus. Pada pengertian ini, hidup
kekal adalah milikmanusia masa kini.
Mereka mengenal Engkau
satu-satunya Allah yang benar Potongan kalimat, merupakan bagian dari ayat 3
ini merupakan sesuatu yang sering diperdebatkan. Pertanyaan yang sering muncul
adalah bagaimana manusia mampu memiliki pengenalan, pengetahuan tentang Allah?
Allah yang benar? berarti ada Allah yang tidak benar?Kesalahan dasar dari
pembaca-pembaca “ulung” yang mencoba kritis itu adalah mempercayai terjemahan
secara utuh sehingga tidak melihat konteks
dan juga bahasa aslinya.
Ada dua kata berbeda untuk 'tahu' dalam
bahasa Yunani yaitu pertama oida - kata ini menunjukkan kegenapan pengetahuan, datang dari pengamatan. Kedua ginosko -. kata ini menunjukkan kemajuan dalam
pengetahuan,sering menyiratkan hubungan yang aktif antara
MahaMengetahui dan obyek dikenal.
Dalam Yoh 17:03, kata tersebut memakai kata ginosko dimana dapat dimengerti memiliki maksud bahwa untuk 'tahu' akan Allah dan Yesus merupakan sesuatu
yang melampaui pengetahuan tentang fakta-fakta tentang mereka. Ini menyiratkan pengetahuan yang progresif
dan pemahaman yangdatang dengan memiliki hubungan yang aktif dengan Mereka
Ayat 4. Aku telah mempermuliakan engkau di bumi dengan
jalan menyelesaikan pekerjaan yang engkau berikan kepadaku untuk melakukannya.
Disini
ada sedikit penekanan tentang apa yang dimaksudkan Yesus sebelumnya. Tentang
maksud eksistensi Yesus di dunia dengan segala pekerjaan yang ditugaskan
kepadaNya.
Aku
telah mempermuliakan engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang
engkau berikan kepadaku untuk melakukannya. Pada ayat ini, muncullah sebuah
pernyataan dari Yesus bahwa Ia telah menyelesaikan tugasnya “Aku telah
mempermuliakan engkau”. Ungkapan ini menggambarkan fakta bahwa semua yang
dikerjakan Yesus selama hidup dan karyanya di bumi adalah hanya untuk kemuliaan
Bapa. Berbeda dengan yang dilakukan oleh para pemimpin Yahudi, Yesus sendiri
dengan tegas mengungkapkan bahwa Ia sudah mempermuliakan Bapa![7] Dan sejauh ini, Ia sudah
selesai melaksanakan tugas-Nya sebagai orang yang diutus ke dunia. Namun
tentunya kita juga bertanya-tanya, bagaimana mungkin Ia dapat berkata bahwa Ia
telah menyelesaikan tugas-Nya?
Namun
inilah yang menjadi keunikan dari pernyataan Yesus tersebut. Ia memiliki hak
yang kuat untuk berkata bahwa Ia telah bertahan selama ini dan dengan yakin Ia
pasti akan bisa menanggung penderitaan yang akan dihadapi-Nya. Poin penting
yang dapat kita ambil dalam pernyataan ini adalah bahwa melalui karya Yesus
untuk menyelamatkan orang-orang berdosa inilah, disitu Bapa dimuliakan. Kata
‘teleosas’ dalam ungkapan Yesus secara harafiah berarti “menyelesaikan
tugas/finishing the task”
Puncak tugas yang harus dilakukan Tuhan Yesus adalah menyerahkan diri-Nya mati di kayu
salib. Dengan memenuhi tugas-Nya, Yesus bukan hanya yakin akan rencana Allah
yang kekal, namun Dia juga memberi teladan kepada murid-murid-Nya untuk
memercayai Allah yang Mahakuasa dalam bekerja dan percaya penuh bahwa Dia tak
pernah lepas tangan.
Ayat 5. Oleh
sebab itu ya Bapa permuliakannlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang
kumiliki di hadiratMU sebelum dunia ada.
Setelah menggenapi semuanya sesuai dengan rencana Allah,
Yesus tahu kalau Dia akan dipermuliakan ke tempat asal muasal-Nya, sebelum Dia
berinkarnasi ke bumi –di sebelah kanan Bapa-Nya (bdg.kan dengan Markus 16:19,
Efesus 1:20). Dengan pemuliaan demikian adalam pandangan-Nya, Yesus
mengungkapkan keinginan-Nya untuk kembali kepada kemuliaan yang ada di surga.
Itulah sebabnya Dia meminta Bapa untuk mempermuliakan-Nya pada Bapa sendiri
dengan kemuliaan yang dimiliki-Nya di hadirat Bapa sebelum dunia ada. Yesus
melihat jauh melampaui kehinaan dan derita karena ketaatan-Nya, kematian-Nya di
kayu salib (Filipi 2:5-8), kepada kemuliaan yang menunggu-Nya saat Dia kembali
ke surga. Kemuliaan yang akan diterima-ya adalah memang benar-benar milik-Nya,
baik karena gelar surgawi-Nya (sebagai anggota ke dua dari Trinitas) dan karena
ketertundukan-Nya yang mutlak pada kehendak Bapa. Yesus juga tahu bahwa
kematian-Nya akan membawa hidup kekal kepada semua orang yang percaya
kepada-Nya, sehingga di surga akan ada sukacita (bdg.kan Lukas 15:7) dan paduan
suara sorgawi akan memuji dan meninggikan
Yesus karena sukacita yang terkandung dalam salib, walaupun Dia menanggung malu
saat memikul beban dosa dan kengerian ketika ditinggalkan oleh Bapa[8]
lain ada pengulangan, bagian ini juga mau menegaskan bahwa Yesus dan Bapa
adalah satu, satu dalam karya dan kemuliaan, bahkan sebelum dunia diciptakan
(mengenai keesaan ini, lebih banyak sudah dijelaskan dalam pasal 1).
PENUTUP
Kelompok melihat bahwa doa Yesus merupakan doa yang
merujuk pada persiapan Yesus menuju kematiannya. Doa-doa itu dimulai dari permohonan
Yesus kepada Bapa atas kemuliaan yang pada dasarnya itu adalah Kemuliaan Sang
Bapa. Lewat kematian Yesus itulah, kemuliaan Bapa itu akan dinyatakan. Disini
juga mau diperlihatkan bahwa kematian Yesus tidak terjadi begitu saja,
melainkan kematian Yesus terjadi ketika Ia sudah menyelesaikan tugas-tugas dan
karya-Nya.
Pada akhirnya, kemuliaan yang akan dinyatakan setelah
kematian Yesus berpengaruh pada jemaat yang akan ditinggalkannya. Kemuliaan
yang ditinggalkan itu akan memberikan kehidupan kekal berupa kualitas hidup
dalam pengenalan akan Bapa.
[1]Band, Willi
Marxen. Pengantar Perjanjian Baru. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1996), hal. 311.
[2]Kami menduga
ini present imperatif aktif. Karena present impertif bisa aktif tetapi bisa
juga pasif.
[3] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab: Panduan Dasar ke dalam
Kitab-kitab, Tema, Tempat, Tokoh, dan Istilah Alkitabiah, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009), hal. 191.
[4]Thomas L. Brodie, The Gospel According to John: A Literary and
Theological Commentary, (New York: Oxford University Press, 1993), hal. 513.
[5] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Yohanes
Pasal 8-21, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),hal.324.
[6]Bnd, Willi
Marxen, Pengantar Perjanjian Baru,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), Hal. 319.
[7]WillianHendriksen,
New Testament Commentary, (Michigan:
Baker Book House Grand Rapid, 1989), hal. 350.
[8]MacArthur,
hal 255-256.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar