Sabtu, 12 Maret 2011

Agustinus berperan dalam Pendidikan

Dalam sejarah pendidikan kristiani, menurut saya begitu banyak tokoh yang berperan dari masa Yunani-Romawi hingga sekarang ini. Tokoh-tokoh tersebut memiliki peran baik kecil maupun besar terhadap perkembangan pemikiran pendidikan formal dan pendidikan kristiani . Tokoh-tokoh tersebut-pun berasal dari berbagai latar belakang daerah dan pendidikan, baik sorang filsuf hingga seorang teolog
Pada makalah ini, saya memaparkan mengenai sejarah dan peran seorang Augustinus dalam pendidikan.

Augustinus (354-430)
Augustinus merupakan seorang teolog yang terbesar yang dimiliki oleh perkembangan kristen setelah Paulus. Dilatar belakangi kelahiran ditengah-tengah orang tua dengan tabiat yang bertolak belakang, Augustinus cenderung mengikuti tabiat dari ayahnya yang adalah seorang kafir. Ayah Augustinus yang memiliki status sebagai orang kafir ini memiliki tabiat yang keras dan memburu hawa nafsu. Namun, ibunya yang bernama Monika seseorang yang taat dan setia dalam pelayanannya.
Dalam dunia pendidikan yang dimiliki oleh Augustinus bahwa pada awal hidupnya ia tertarik kepada aliran ilmu non-kristen dan filsafat. Dalam masa awal ini, Augustinus tidak memiliki ketertarikan pada Alkitab sama sekali,bahkan ia menertawakan perkataa-perkataan Allah di Alkitab ketika ia membacanya. Namun kekristenan itu terus diajarkan kepadanya melalui pendidikan walaupun ia merasa tidak puas pada hal-hal yang diberikan oleh ibunya.
Aliran ilmu non-Kristen yang ia ikuti dan pelajari adalah berupa Manicheisme. Manicheisme adalah agama Persia dengan prinsip dewa utama yaitu terang dan kegelapan . Namun kemampuan yang dimiliki Augustinus dalam bidang intelektual dan dalam menganalisis, ia tidak juga puas dengan prinsip yang ditawarkan oleh Manicheisme. Dan pada akhirnya Augustinus keluar dari agama ini dengan sendirinya dan beralih kefilsafat. Bidang filsafat yang ia ikuti pada awalnya adalah Neo-Platonisme. Neo-Platonisme yang menyediakan pertanyaan-pertanyaan mengenai kebenaran, satu-persatu di jawab oleh Augustinus. Hal ini membuat ia lebih dekat lagi dengan Kristen yang menyadarkan ia bahwa pemahaman mengenai kebenaran oleh Neo-Platonisme sangat berbeda dan pada akhirnya augustinus menetapkan dan mengertikan bahwa kebenaran itu ia dapat dari agama kristen.
Namun penyadarannya tersebut tidak diikuti oleh tindakannya dan pertobatannya hingga satu ketika ia memiliki pengalaman yang membuat ia membaca Roma 13:13b-14 dan pada saat-saat setelah itu ia memulai hidupnya yang baru menjadi seorang pemimpin gereja, teolog termahsyur, guru dan pengarang. Namun tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang imam.
Dengan segala ilmu dan kemampuan di bidang intelektual, Augustinus menulis banyak karangan melawan Manicheisme. hal ini terlihat dari beberapa karangan yang dibuat didasari oleh rasa tidak setuju Augustinus dengan agama itu,karena paling tidak ia pernah merasakan menjadi pemeluk agama itu. Hal ini ia lakukan karena ia merasa bertanggung jawab khusus.
Kisah hidup Augustinus dilanjutkan dengan pertobatannya yang ia dapatkan dari baptisan pada umur 33 tahun. Pada saat itu Augustinus benar-benar tidak punya keiinginan untuk menjadi seorang imam. Hal ini terlihat ketika ia kembali ke Afrika dimana ia berasal dan menghindari tempat yang tidak memiliki uskup. Namun kedatangannya didengar dan Hippo Regius meminta agar Augustinus menjadi presbiter disana.
Pengaruhnya terhadap teologi sangat besar. Ia mempengaruhi lewat karangannya, surat, dan khotbahnya yang ia tuliskan. Dicatat bahwa teologi Augustinus bersifat Barat. Sebagian juga karya teologisnya tersebut di gunakan Augustinus berupa bantahan terhadap kaum Donatisme, Pelagius dan penganut agama Romawi tradisional. Beberapa karangan yang ia buat berisikan doktrin yang ia yakini . Salah dua dari doktrin tersebut adalah doktrin Ketritunggalan dan doktrin “gereja yang tak kelihatan”.
Augustinus dalam karangan-karangannya terlihat tidak hanya berupa refleksi dari setiap perjalanan hidupnya. Namun dalam karangannya juga mengandung unsur pendidikan. Beberapa karangannya mengenai doktrin, katekisasi, dan karangan yang lainnya. Namun karangan yang paling besar adalah De civitate Dei yang berisikan tentang filsafat sejarah antara dua kota, yaitu kota Allah dan kota duniawi. Dalam karangan yang memiliki unsur pendidikan yang terkandung didalamnya ternyata didasari refleksi seorang Kristen atas pendidikan yang ia alami. Refleksinya ini ia tuliskan lengkap dalam karangannya yang berjudul Confensiones yang berisi tentang riwayat hidupnya serta pengakuan-pengakuannya tentang kehidupannya.
Didalam Confensiones ia menuliskan pengalamannya dididik oleh seorang guru secara tak sewajarnya. Augustinus menyatakan bahwa seharusnya dalam proses pendidikan, guru harus bersikap sopan dan murid harus diperlakukan dengan hormat karena murid juga merupakan suatu pribadi. Kesopanan dan rasa hormat yang dituliskan ini muncul karena pengalaman terhadap gurunya ketika belajar di bidang filsafat. Guru tersebut bertindak kurang sopan dan suka mengecam murid.
Selain mempelajari filsafat Neo-Platonisme, Augustinus juga terpengaruh pada filsafat Cicero. Boehlke mengatakan bahwa melalui dua filsuf ini, Augustinus dipuaskan hikmat abadinya. Augustinus pun memformulasikan perkataan Plato yang mengatakan “kebenaran telah ada dalam diri setiap manusia” dengan Injil Allah. Formulasi itu menghasilkan pendapat baru mengenai kebenaran itu sendiri bahwa kebenaran itu datangnya dari Allah yang dimana hidup didalam akal orang yang sudah siap menerima Allah.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa menurut Augustinus bahwa pelajar diajar bukan hanya dari kata-kata yang berupa ilmu saja. Dalam karangannya Augustinus mengatakan bahwa kata-kata saja tidak memadai dalam mengajar. Sehingga menurutnya pelajar harus juga melihat pengalaman sebagai sesuatu yang dapat melengkapi dalam proses belajarnya.
Selain itu Augustinus melihat juga sesuatu yang penting tentang belajar mengajar dari pengalaman belajarnya. Augustinus melihat bahwa setiap orang dan tidak terkecuali seorang guru memiliki cara, sistem mengajar yang berbeda-beda. Namun hal ini yang membuat Augustinus berpendapat bahwa cara mengajar guru harus sesuai dengan kepribadian pelajar yang diajar oleh guru tersebut. Bukan berarti dengan kepribadian setiap pelajar yang berbeda, adanya perhatian yang berbeda juga terhadap sipelajar tersebut. Misalnya, pelajar A memiliki masa lalu yang kelam sehingga ia harus lebih diperhatikan daripada si B, tidak!. Dalam mengetahui pribadi seorang pelajar membutuhkan komunikasi sehingga guru dapat mengidentifikasi kepribadian pelajar tersebut. Komunikasi merupakan kunci utama dari belajar mengajar tersebut.
Belajar juga sesuatu yang tidak dapat dipaksakan. Dalam suratnya, augustinus kepada Deogratias yang berisi mengenai pendidikan yang diperuntukkan kepada calon baptisan. Dalam suratnya tersebut, Augustinus menyarankan agar Deogratias tidak mengulang-ulang hal mengenai iman kristen secara panjang hingga calon baptisan bosan. Tapi sang guru disarankan hanya mengawasi bagaimana perkembangan calon baptisan itu saja, apakah mereka sudak dapat mengenal dan dapat mengutarakannya kembali.
Guru juga dapat bertanya kepada calon baptisan mengenai hal-hal apa yang mereka ketahui dan mereka pahami. Namun guru hanya sebatas memberikan saran dan tanggapan secara dasar mengenai pemahaman pelajar saja. Guru tidak disaran kan untuk memaksakan pelajar memahami sesuatu yang dipahami oleh sang guru. Apabila sesuatu yang dipahami si pelajar berpengaruh baik terhadap pertumbuahn iman kristen pelajar tidaklah salah dalam bergembira dan memuji hal tersebut. Namun apabila pemahaman pelajar justru berpengaruh buruk, baiklah guru untuk memberikan pertimbangan kepada pelajar agar mereka dapat memikirkan kembali pemahaman mereka tersebut.
Pemahaman yang lain lagi yang dimiliki oleh Agustinus mengenai pendidikan adalah penolakan terhadap sekuler dan agama atau kristiani. Menurut Agustinus kedua bidang tersebut tidak dapat dipisahkan, dimana unsur agama, alkitab dan kristiani ada didalam bidang-bidang lain. Dalam hal ini dilihat Boehlke sebagai kurikulum pendidikan yang dibuat atau dimiliki oleh seorang Augustinus.
Kurikulum yang dibuat oleh Augustinus diefektifkan dengan gaya mengajar yang dimiliki olehnya. Menurut Boehlke, Augustinus
......condong memanfaatkan dua metode pokok, yaitu penjelasan panjang lebar yang dibawakan secara lisan dan suatu pendekatan dialogis. Tetapi dalam gaya berceramahnya, ia menyiapkan bahannya secara jelas dan sesistematis mungkin.
Metode dialog yang dipunyai oleh Augustinus memiliki tujuan agar pelajar dapat aktif dan memiliki peran penting dalam proses belajar mengajar. hal ini melihat pentingnya pendapat pelajar dalam proses tersebut, walaupun terkadang keliru menurut guru. Kekeliruan tersebut dapat diberi tanggapan berupa pertanyaan mengenai sejauh apa pendapat pelajar tersebut di dalami oleh pelajar itu sendiri.
Pengaruh dan Hubungan dengan Pendidikan Kristiani
Kenyataan memang dapat terlihat bahwa Augustinus merupakan seorang teolog yang sangat berpengaruh bagi gereja-gereja. Pengaruhnya jugat terlihat didalam berbagai jenis gereja. Perannya yang besar dalam bidang pendidikan juga dapat dilihat, walaupun ia tidak pernah menyusun tujuan bulat bagi pendidikan kristen.
Walau namanya tidak disebutkan, secara tidak langsung dengan menghubungkan teorinya dengan kehidupan masa kini kita bisa melihat peran Augustinus. Metode, pendapat tentang pendidikan banyak dipraktekkan walau jarang dalam praktek disebutkan. Diawali dengan pemahaman mengenai doktrinnya yang sampai kini masih ada beberapa gereja masih mempercayai dan melakukannya.
Dalam pendidikan di lain sisi, pendapat mengenai seorang guru banyak dipakai. Seorang guru harus mengenal pelajarnya, sehingga dalam situasi ini tumbuh rasa nyaman, aman, dan akrab seperti didalam keluarga sendiri. Dalam kurikulumnya sendiri, banyak yang memakai pendapat Augustinus dan pengaruhnya besar. Misalnya, dalam ilmu pengetahuan atau secara metode instruksi memiliki hubungan yang diarahkan kepada Allah yang Maha dan Esa. Dan juga tidak hanya sekedar menghubungkan, dalam belajar mengajar kebanyakan memiliki relevansi terhadap pengalaman pelajar masing-masing.
Cara atau metode yang dipaparkan sesuai dengan pendapat Augustinus banyak dipakai para guru pada zaman sekarang sehingga para pelajar dituntut untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Misalnya saja pada saat sekarang ini metode diskusi dianggap lebih efektif dalam mengajar, sehingga ide-ide atau kebingungan-kebingungan bisa di-share¬-kan.
Daftar Pustaka
Boehlke, Robert R. 2006. Sejararah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen: Dari Plato Sampai IG. Loyola. Jakarta:BPK Gunung Mulia.
Lane, Tony. 2009.Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Berkhof, H & Enklaar, I.H. 2005. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar