1. Sekilas Mengenai GBKP Sei Tapung
GBKP
(Gereja Batak Karo Protestan) merupakan salah satu gereja kesukuan di Indonesia
yang menganut ajaran Calvinis. GBKP merupakan sinode yang berasal dari Tanah
Karo-Sumatera Utara. Sinode ini yang tersusun dari beberapa Klasis yang terdiri
dari beberapa Runggun yang terdiri dari beberapa perpulungen. GBKP Riau Sumbar,
merupakan klasis yang terdapat di Sumatera Barat.
GBKP
Riau Sumbar terdiri dari beberapa runggun. Salah satunya merupakan runggun
Ujung Batu-Maranatha Kabun. Runggun ini
terdiri dari 5 gereja terpisah yang disebut dengan perpulungen yang dalam Bahasa Indonesia disebut dengan kumpulan. Di
sini saya sebagai penulis memfokuskan kepada sejarah perkembangan pendidikan
kristiani pada Perpulungen Sei
Tapung.
Perpulungen Sei
Tapung terletak pada kompleks perumahan PTPN V Tandun Sumatera Barat. Perpulungen ini dibentuk sejak tahun 26
Mei 1992.[1]Perpulungen ini ada berhubung banyak
jemaat karo dari Sumatera Utara merantau ke Sumatera Barat khususnya ke Sei
Tapung. Tempat kebaktian tetap untuk perpulungen
ini merupakan milik bersama, artinya gereja yang dipakai untuk melaksanakan
kebaktian merupakan bangunan Gereja Oikumene. Awalnya gereja ini hanya di pakai
oleh HKBP(Huria Kristen Batak Protestan) gereja kesukuan Batak Toba, namun
telah menjadi milik bersama dan dipakai bersama.
Perpulungen Sei
Tapung terdiri dari 37 kepala keluarga. 30 orang merupakan anak sekolah
minggu,50 orang merupakan anak remaja, dan 6 orang anak dewasa yang disebut
Permata. Perpulungen Sei Tapung di
pimpin 6 majelis. 3 majelis disebut dengan pertua
dan yang 3 majelis lagi disebut dengan diaken.
Perbedaan kedua majelis ini merupakan perbedaan fungsi pada masa dahulunya. Pertua merupakan majelis yang mengurus
tentang hal-hal yang menyangkut gereja. Misalnya, kebaktian dan katekisasi. Diaken merupakan majelis yang mengurus
hal-hal yang menyangkut tentang pelayanan terhadap jemaat. Namun sekarang pertua dan diaken cenderung sudah
mempunyai tugas yang sama.[2]
2. Sejarah Pendidikan Kristiani dan Perkembangannya
Pendidikan
memang cenderung mengarah kepada anak-anak. namun sadar atau tidak, terdapat
pepatah yang mengatakan bahwa kita harus belajar hingga akhir hayat. hal ini
yang menyebabkan menurut saya banyak
para ahli yang membagi pendidikan berdasarkan umur bukan hanya dari
batita(bayi tiga tahun) hingga remaja namun juga mencakup orang dewasa, orang
tua, hingga lansi (lanjut usia).
Pendidikan
juga tidak terlepas dari gereja dan ajarannya. Dimana setiap gereja yang
memiliki reformator yang berbeda secara tidak langsung memiliki pokok pengajaran
yang berbeda. Namun semua pendidikan mau tak mau harus mengarah dan menuju
kepada pemerintahan Allah.
2.1. Pendidikan
Anak dan Remaja
Mengapa
dalam bagian ini anak dan remaja memiliki tempat yang sama?, dikarenakan gereja
yang menjadi sumber penulisan masih menyatukan pendidikan anak dan remaja.
memang gereja mengikuti ajaran calvinis, namun dalam hal ini memang kalau
dilihat, Calvin memang tidak membedakan atas umur bahkan dia juga tidak terlalu
membedakan antara anak-anak dan kaum muda.[3] Namun hal ini bukan merupakan alasan mengapa
gereja mempersatukan anak dan remaja.
Cukup
mengecewakan memang ketika mengetahui bahwa Sekolah Minggu yang memang
dikhususkan untuk pendidikan anak dan remaja ini, di GBKP sei Tapung baru
diadakan pada tahun 2000 sejak tahun 1992 yang menjadi tahun berdirinya GBKP
Sei Tapung sendiri. Muncul pertanyaan, kemana anak-anak itu selama 8 tahun?
Sesuai
dengan kilasan sejarah dan data GBKP Sei Tapung pada awal tulisan ini, bahwa
pada kompleks perumahan ini terdapat gereja Oikomene. Anak-anak selama 8 tahun
bahkan sebelum ada GBKP Sei Tapung bergabung dengan anak-anak dari gereja lain
yaitu HKBP yang ada lebih dahulu.
Sebelum Peresmian GBKP Sei Tapung hingga 8 tahun setelah
peresmian, anak-anak dan remaja telah mendapat pendidikan. Pendidikan tersebut
mengikuti ajaran dan metode yang ada di HKBP.Hal ini memang bukan sebuah
masalah, malahan baik menurut saya dimana walaupun anak belum memiliki tempat
namun para orang tua mengambil inisiatif tersebut dan tidak menelantarkan anak
dalam bidang pendidikan kristen.
Pada masa ini, pendidikan anak dan remaja sudah cukup
baik. Dimana sekolah minggu yang tersedia juga sudah terorganisir dengan baik.
Kegiatan dan Program yang ada juga sudah mulai di susun dengan baik. Contohnya
saja perayaan untuk anak.
Naradidik pada saat itu mencapai lebih dari 50-80 anak.
cukup banyak memang dikarenakan naradidik tersebut merupakan anak para karyawan
yang beragama kristen. Dan pada saat itu belum ada gereja lain selain HKBP di
Sei Tapung.Naradidik mencakup umur batita, balita, anak kecil, anak tanggung
dan remaja. Ketika beribadah ataupun dalam proses belajar-mengajar di sekolah
minggu, pembagian tersebut tidak ada. Hal ini dikarenakan tenaga pengajar yang
kurang.
Pada saat itu, tenaga
pengajar hanya satu yaitu ibu M. Simatupang . Tenaga pengajar yang kebetulan
adalah seorang guru agama di SDN 028 TANDUN yang juga terdapat didalam kompleks
Sei Tapung. Hal ini membuat pendidikan dan tujuan cukup bisa tersampaikan
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pengajar. Namun tenaga pengajar ini
dibantu oleh dua sampai tiga orang, yang merupakan pemuda atau pemudi yang
hanya menjaga, mengurus(ketika menagis atau ketika ingin ke toilet), dan
mengajak anak bernyanyi bersama sambil ikut bernyayi dan betepuk tangan.
Dalam hal ini memang pendekatan yang dipakai sangat mengarah
pada pendekatan instruksional yang memakai sistem di kelas pada sekolah. Hal
ini terlihat dengan adanya ayat hapalan setiap minggu, adanya hadiah-hadiah
bagi anak yang pintar, adanya raport dan presensi. Namun hal ini baik adanya
ketika memang di terapkan pada sekolah minggu pada konteks saat itu karena
memang mayoritas naradidik merupakan pelajar sekolah. Pada saat itu pendidikan
anak dan remaja memakai kurikulum yang dipakai oleh HKBP, dan cukup
terfasilitasi.
Sekolah minggu di GBKP
terbentuk sekitar bulan Mei tahun 2000. Masa ini adalah masa pembangunana atau
perkembangan pendidikan anak dan remaja di GBKP Sei Tapung. Hal ini dimulai
ketika memang penyadaran akan pentingnya pendidikan anak yang bersatu dengan
gereja dan dibawah bimbingan gereja itu sendiri. Masa perkembangan ini dimulai
dengan cukup sulit karena pengajar yang tidak ada. Setidaknya orang tua juga
tidak ada yang mau mengambil peran dalam pendidikan seorang anak. Hal ini
menjadi sebuah keprihatinan sendiri dikalangan majelis setidaknya.
Lucu memang ketika pengajar
bukan dari orang yang memiliki latar belakang pendidikan, bahkan posisinya
sebagai pengajar pun seperti permintaan khusus dari para majelis. Hal ini lah
yang membuat Girik Ribu Handayani br. Perangin-angin dan Permai br. Bukit
menerima posisi pengajar dan perintis perkembangan sekolah minggu disana.
Status kedua pengajar ini adalah seorang ibu rumah tangga, hal ini yang membuat
terkadang tidak memiliki prioritas ketika mengajar. Hal ini terlihat terkadang
terjadi kekosongan pengajar karena harus mengurus rumah tangga. Kekosongan ini
bahkan membuat anak sekolah minggu sendiri mengambil peran dalam proses belajar
mengajar tersebut.[6]
Pada masa awal ini pembagian
akan kelas dan umur sudah mulai terlihat. Memang dibedakan antara balita, anak
kecil, anak tanggung dan remaja. dalam proses belajar-mengajar, balita
bergabung dengan anak kecil sedangkan anak tanggung bergabung dengan anak remaja.Hal
ini sama dengan kasus sebelumnya, dimana masih kekurangan tenaga pengajar. Jumlah
anak ketika tahun 2000 ± 60 anak dari kedua kelas
yang ada. Kedua kelas ini hanya memiliki satu pengajar tiap kelasnya, yang
menguasai dari mulai menjaga anak, memimpin pujian hingga menyampaikan firman.
Dan kedua kelas ini memiliki guru yang bergantian setiap minggunya.
Menurut hasil wawan cara
dengan Girik Ribu handayani br Perangin-angin, memang perkembangannya memang
cepat. Hal ini dilihat dari sekolah minggu yang mulai memiliki program-program
tetap setiap tahunnya. Hal ini dimulai dari merayakan paskah anak, natal anak,
jumat agung, dan natal bersama dengan anak dari gereja lain. selain itu ada
juga lomba untuk anak ketika moment-moment
tertentu.
Pada tahun 2005, salah satu
pengajar mengundurkan diri yaitu Permai br. Bukit. Hal ini disebabkan karena ia
mengaku terlalu repot karena harus mengurus rumah tangga beserta anak yang
ketiga baru lahir, sehingga ia sulit membagi waktu. Hal ini membuat salah
seorang pengajar lagi cukup repot dan banyak keluhan dari pengajar tersebut.
Pada masa-masa ini,
perkembangan dalam hal perbaikan program serta pelaksanaan proses belajar
mengajar. Tahun-tahun ini juga merupakan masa yang sulit karena sulitnya
mencari tambahan pengajar. Namun ada beberapa orang yang mau mengajar hanya
sesekali saja untuk menjadi pengajar di sekolah minggu.
Pada tahun 2007 didapatlah
pengganti pengajar yang keluar tersebut. Pengajar tersebut bernama Sintike Br.
Sembiringyang juga berstatus sebagai ibu rumah tangga. Namun terjadi penurunan
akan anak sekolah minggu di karenakan banyak anak yang mulai dewasa dan
bersekolah diluar kota. program dan kurikulum masih berjalan seperti sebelum
sebelumnya.
Pada tahun 2008 Sudah
terdapat PA untuk anak remaja. hal ini memang karena mengikuti program sinode
yang ada dimana terdapat PA remaja. Kehadiran ketika PA 10-15 orang yang
diadakan di berbeda-beda rumah tiap minggunya. Dalam PA ini terdapat diskusi,
penafsiran teks alkitab oleh pengajar dan makan bersama.
Pada tahun 2010 sudah
bertambah dua tenaga pengajar dari anak remaja yang ada yang mau mengajar di
kelas anak balita dan anak kecil. pada masa ini telah terdapat pengajaran
Alkitab untuk anak dari mulai TK hingga kelas 4 SD yang diadakan sekali dalam
seminggu.
2.2. Pendidikan Untuk Orang Dewasa
Dalam Buku panduan pelayanan
yang dimiliki oleh GBKP, Orang dewasa berarti orang memiliki kedewasaan iman
dan memiliki ketertarikan dalam pelayanan serta mau berpartisipasi. Orang
dewasa biasanya dikategorikan dengan orang-orang yang sudah sidi tetapi belum
menikah, dan masuk kedalam kategori PERMATA. Di GBKP Sei Tapung tidak memiliki
perhatian khusus terhadap orang dewasa secara khusus dalam bentuk kategorial
yang memiliki organisasi. Hal ini dikarenakan sangat jarang sekali pemuda yang
demikian di Sei Tapung. Selain itu juga kebanyakan anak-anak yang baru sidi
akan lulus SMA dan melanjut kuliah ke luar kota, hal ini yang membuat tidak
adanya pemegang organisasi itu sendiri.
Namun terkadang diadakan
kursus, PA gabungan, pertandingan-pertandingan, CTA(Cerdas Tangkap Alkitab)
antar PEMUDA-PEMUDI dari gereja lain.
2.3.
MORIA – MAMRE DAN
PJJ
Moria(perkumpulan untuk ibu-ibu), mamre(perkumpulan untuk
bapak-bapak), dan PJJ(perpulungen
jabu-jabu yang berarti perkumpulan keluarga-keluarga yang terdiri dari
orang tua dan anak) merupakan bagian dari sejarah penginjilan yang mendasari
terbentuknya GBKP Sei Tapung. GBKP Sei Tapung di berikan penginjilan oleh GBKP
Pekan Baru selama setahun dan penginjilan ini melalui membuat ibadah-ibadah
untuk orang tua berupa Moria, Mamre dan PJJ yang cenderung diikuti oleh orang
tua.
Perkembangan dari moria dan mamre tidak begitu mencolok.
Hal ini karena telah mengikuti dari Moria dan mamre gereja lain. Namun pada
awal penginjilan dan pembentukan gereja, Moria dan mamre hanya berupa
ibadah-ibadah biasa dan hanya diadakan sekali dalam sebulan.
Begitu juga dengan PJJ yang hanya diadakan sekali dalam
sebulan. Didalamnya hanya berupa pembacaan firman Tuhan, sharing-sharing,dan seringnya lebih membicarakan perencanaan
pembangunan gereja.
Dalam perkembangannya, Moria, Mamre dan PJJ sesudah
pembangunan dan peresmian gereja telah mulai ada di berikan kursus-kursus yang memang diarahkan dari
sinode secara langsung.
Melalui pengakuan seorang majelis, memang gereja hanya mengikuti
program-program dari sinode saja. Hal ini yang membuat sehingga tidak ada
sebuah program khusus yang memang di buat oleh gereja atas sebuah inisiatif
gereja ini.
Kursus yang diadakan pun memang lebih sering membuat
jemaat hanya berpartisipasi, sehingga tidak semua ikut didalamnya. Misalnya,
Mupel MORIA, Pembinaan keluarga untuk mamre, dan beberapa orientasi lainnya
merupakan kegiatan dari sinode yang diikuti oleh “utusan” dari
gereja-gereja,dan biasanya yang hanya majelis dan pendeta yang ikut berpartisipasi.
2.4 LANSIA
Lanjut
usia merupakan bagian dari sosial yang terletak paling bawah menurut saya. Hal
ini terlihat dalam berbagai kasus, begitu pula dalam gereja yang sangat jarang
memiliki tempat khusus untuk para lansia.
Di GBKP
Sei Tapung memang tidak memiliki bagian ataupun bidang yang mengurus atau
memikirkan mengenai lansia secara khusus. Hal ini bukan karena ketidakpedulian
majelis dan gereja tapi memang disebabkan oleh ketidakbutuhan akan bagian ini
di gereja GBKP Sei Tapung.
Ketidak
butuhan ini disebabkan oleh naradidik yang memang hampir tidak ada di GBKP sei
tapung. Hal ini disebabkan oleh mayoritas dan hampir semua jemaat dan
masyarakat merupakan karyawan tetap di PTP V yang memiliki batas umur untuk
karyawannya. Sehingga masyarakat yang ada disana maksimal 65 tahun. Setelah
pensiun, tidak ada dari mereka yang menetap dan tinggal kompleks perumahan. Hal
ini dikarenakan oleh peraturan yang melarang orang-orang yang telah pensiun
masih bertempat tinggal disana . Karena kompleks merupakan kepunyaan
perusahaan, sehingga masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa.
Ada
beberapa orang tua non karyawan yang tinggal disana bersama anaknya yang
karyawan, hal ini diperbolehkan. Dimana wadah mereka dan bagaimana pendidikan
mereka?. Mereka diajak dan di berikan tempat di PJJ, MORIA dan MAMRE, yang
apabila mengadakan kegiatan maka mereka akan iut mengambil bagian didalamnya.
Saya
menyadari bahwa pendidikan ini berbeda, namun cukup memberi mereka tempat untuk
belajar sebagai manusia yang masih eksis di dunia ini. Dan sampai saat ini, keadaan ini tidak ada
bedanya hingga sekarang dan mungkin nanti.
KESIMPULAN DAN REFLEKSI
Hal yang
pertama adalah bahwa umur gereja tidak mencerminkan pendidikannya. Lalu,
keadaan lingkungan akan mempengaruhi pendidikan sehingga disesuaikan dengan
konteksnya. Aturan dari atas, misalnya sinode akan mempengaruhi kreatifitas dan
pendidikan di gereja.
namun
banyak hal yang saya pelajari ketika menulis sejarah ini, bahwa penting untuk
melihat pendidikan dalam unsur suatu sejarah.Karena sadar atau tidak pendidikan
itu merupakan bagian dari sebuah sejarah.
[1]
Ulih Latih merdang
[2]
Melihat fungsi dan peran, sesuai dengan kegiatan di GBKP Sei Tapung, yang
mungkin tidak sama dengan gereja lain.
[3]
Boehlke 1 415
[4]
Wawancara majelis Rinaldi Sembiring selaku saksi hidup, beserta pengalaman
pribadi penulis yang menjadi anggota sekolah minggu.
[5]
Wawan cara dengan pengajar dan pengalamaan pribadi
[6]
saya sendiri pernah menjadi guru sekolah minggu dan mengajar teman-teman
seumuran saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar