Kamis, 26 Mei 2011
SEJARAH GEREJA DARI SUMATERA MENUJU RIAU
Pendahuluan
Gereja saat ini sudah banyak dibangun di berbagai daerah dan di Indonesia gereja juga sudah mulai dibangun di desa yang sangat terpencil sekalipun. Di dirikannya sebuah gereja di suatu daerah bukan hanya berdasarkan keinginan dari orang-orang yang ada di daerah itu, tetapi juga orang-orang yang datang ke daerah tersebut dengan maksud untuk melakukan penginjilan.
Dalam melihat sejarah didirikannya sebuah gereja, dasar dan asal pemikiran ini juga terkadang dilupakan sehingga jarang sekali terlihat pada buku-buku sejarah dimana sejarah sebuah gereja di hubungkan dengan daerah asal penginjilan. Sehingga sulit apabila ingin melihat perkembangan kekristenan dengan melihat pertumbuhan dari awal mula penginjilan tersebut.
Jarangnya hal diatas terjadi membuat saya tertarik untuk menuliskan hubungan tersebut dari daerah awal tempat penginjilan pada masa lampau hingga perkembangannya saat ini. Perkembangan yang dibahas dalam paper ini adalah bagaimana penginjilan awal mula dan bagaimana sejarah terus berlanjut hingga penginjilan. Buluh Awar merupakan tempat penginjilan awal tersebut sampai kedaerah Pekanbaru dan menjadi klasis baru. Dan dalam perjalanan sejarah tersebut, dalam paper juga dibahas bagaimana setiap hambatan dan faktor pendukung dalam pengabaran Injil tersebut.
SEJARAH BERDIRINYA GBKP1
Dengan menggunakan buku mengenai masuknya kekristenan ke tanah Karo saya membuat gambaran mengenai masuknya keKristenan tersebut. Dalam buku Benih yag tumbuh 4 yang juga menuliskan bagaimana terbentuknya GBKP yang juga akan saya paparkan.
Tanah Karo Simalem merupakan sebuah nama lengkap untuk Tanah Karo. Simalem yangberarti damai merupakan kondisi Tanah Karo, yang dimana tanahnya yang subur. Kebudayaan dan adat istiadat yang ada dan mengatur kehidupan itu dijalankan sedemikian rupa hingga muncul sebuah keadaan damai disana.
Sumber daya alam merupakan sebuah penyebab ketika pada tahun 1822 seorang residen Belanda datang ke Sumatera Utara. Pada masa itu, pohon tembakau merupakan tanaman yang di tanam di daerah tanah Karo dan sekitarnya. Selain itu Tanah Karo juga penghasil tembakau yang terbaik ketika masa itu.
Pemerintahan saat itu dipegang oleh seorang Sultan yang menjabat di daerah Deli, Sumatera Utara. Ketika Belanda memiliki rencana untuk memebeli tanah dan menanam tembakau juga di daerah tersebut, Sultan mendukung rencana itu. Dan atas dukungan sultan pula maka bertambah banyak pabrik tembakau Tanah Karo dan sekitarnya atas nama Belanda.
Namun bukan bersikap ramah kepada penduduk Karo, Belanda membuat orang-orang Karo menjadi budak mereka yang dipekerjakan secara paksa. Paksaan tersebut semakin parah ketika belanda menggunakan rantai dan bole besi yang dikaitkan dikakai para budak dan bekerja tanpa henti.
Usaha dalam membuka lahan untuk menanam tembakau gencar dilakukan belanda. Belanda mulai sampai ke daerah buluh awar dan membuka sebuah tempat pembibitan dan perkebunan tembakau disana. Perampasan tanah-tanah rakyat juga tidak luput dari daftar usaha belanda dalam memperluas tanah perkebunan milik belanda.
Ketidak adilan dan penyiksaan yang terus menerus di terima oleh orang-orang Karo membuat mereka memberontak dan mulai melakukan aksi. Aksi tersebut dilakukan dengan cara merusak perkebunan tembakau milik belanda dengan merusak tanamannya dan juga merusak setiap jalan tempat lintasan keluar masuk buluh awar juga dirusak oleh orang-orang Karo.
Sama seperti masa sekarang yang memiliki julukan tuan tanah, Pada masa tersebut juga banyak terdapat orang-orang belanda yang mendapat julukan tuan besar perkebunan yang memiliki kebun tembakau yang luas. Salah satunya adalah J.T Cremer yang juga merasa ketakutan ketika orang-orang Karo beraksi dan menghancurkan tembakau. Ia berpikir bahwa dalam menghentikan dan mencegah penghancuran tersebut hanya dengan Kristenisasi terhadap orang-orang Karo.
Pada masa itu, Islam lebih dahulu datang di daerah Sumatera Utara. Sultan juga salah satu orang yang menganut agama ini. Tetapi banyak orang Karo yang tidak bergama karena merasa tidak cocok dan nyaman dengan agama Islam. Orang-orang Karo saat itu memang tidak beragama namun memiliki kepercayaan perbegu(penyembah setan, begu = setan).
Peng-Kristenisasian ini dimulai ketika Cremer menghubungi para zendeling yaitu pihak Nederlandch Zendeling Genootschap(NZG). Karena ketakutan Cremers bahwa pengerusakan itu akan semakin meluas, maka ia pun bersedia membayar biaya NZG untuk melakukan penginjilan pada orang-orang Karo.
Utusan NZG menginjakkan kaki di pelabuhan belawan pada tanggal 18 April 1890. Para penginjil ini terdiri dari Pdt H.C. Kruyt dan seorang guru injil dari minahasa yang bernama Nicolas Pontoh. Keikutsertaan guru injil ini dikarenakan sebelumnya Kruyt melakukan penginjilan di Minahasa dan membutuhkan tenaga Nicolas untuk membantu penginjilannya.
Penginjilan yang awalnya untuk mencegah kerusuhan dan pengerusakan ini malah membuat orang-orang Karo semakin tak terkendali sehingga membuat banyak kebun yang rusak parah dan gulung tikar. Kesulitan dan penurunan pendapat ini membuat NZG tidak lagi mendapatkan dana dari pihak manapun.
Buluh Awar merupakan tempat dimana belum pernah tersentuh niali Kristen sama sekali. Hal ini yang membuat Kruyt dan Nicholas harus bekerja ekstra dalam melaksanakan penginjilannya.
Awal penginjilan, memang orang-orang Karo masih menaruh curiga kepada para penginjil. Hal ini dikarenakan Kruyt yang merupakan bagian dari Belanda yang ditakuti oleh orang Karo. Pendekatan-pendaketan yang digunakan oleh Kruyt adalah dengan mempelajari bahasa dan budaya Karo sehingga bisa berbaur dengan orang-orang Karo.Kepercayaan orang-orang Karo bertambah oleh karena perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan Kruyt. Perbuatan ini berupa pemberian pendidikan kepada anak-anak dan juga pelayanan kesehatan secara sederhana.
Karya yang dilakukan oleh Kruyt hanya dua tahun saja dan ia kembali ke Belanda. Dan karya penginjilannya tersebut dilanjutkan oleh empat guru injil yang diutus dari Minahasa, yaitu Benjamin Wenas, Hendrik Paceek, Johan Pinontoan dan juga Nicholas Pontoh yang sebelumnya sudah berada disana sebelumnya.
NZG tidak membiarkan tunas keKristenan ini bertumbuh sendiri, namun NZG Belanda mengirim pengganti Kruyt yang bernama Pdt J.K. Wijngaarden pada tanggal 3 Desember 1892. Sepeninggal Kruyt ke Belanda, belum ada orang-orang Karo yang berhasil dibabtis olehnya. Namun pada tanggal 20 Agustus 1893, Wijngaarden berhasil membaptis 6 orang penduduk buluh awar.
Pelayanan dan karya penginjilan Wijngaarden tidaklah berlangsung lama, dikarenakan pada tanggal 21 September 1894 Wijngaarden meninggal dunia dan ia meninggalkan seorang isteri yang melanjutkan misi penginjilan wijngaarden hingga kedatangan penginjil baru kesana.
Kematian Wijngaarden membuat Pdt. Joustra pada bulan Februari-Maret tahun 1895 menginjakkan kakinya di Buluh awar. Pemahaman akan budaya dan bahasa yang dimiliki Pdt Joustra sangatlah cepat, hal inilah yang membuat orang-orang Karo merasa tertarik padanya dan Joustra juga cepat akrab dengan orang-orang Karo.
Pada tahun 1900 digantikan Pdt Joustra oleh salah seorang penginjil bernama J.H. Neumann yang melakukan penginjilan di daerah Sibolangit. Berbagai usaha juga dilakukan Neumann bersama dengan E. J. Van den Berg dalam melakukan penginjilan disana. Pada masa-masa ini, mereka menterjemahkan Alkitab kedalam bahasa Karo dan melayani dibidang kesehatan dengan membangun rumah sakit zending pada tahun 1905.
Tabel pertumbuhan jemaat Kristen masa zending
NO
Tahun
Jumlah jemaat Dibaptis
1
1893
6 orang
2
1900
25 orang
3
1926
1500 orang
4
1976
5000 orang
GBKP menjadi sinode yang berdiri sendiri sendiri pada 23 Juli 1941 ketika dilakukannya sidang pertama dengan ketua sinode pertama kali dijabat oleh Pdt. J. Van Muylwijk. Dan pada tahun itu juga di tahbiskanlah Th. Sibero dan P. Sitepu menjadi pendeta GBKP pertama kali. Sejak disahkan menjadi sebuah sinode yang berdiri sendiri, usaha penyebaran Kristen tidak berhenti sampai disana. Banyak usaha yang juga masih dilakukan dalam pengabaran injil tersebut.
GBKP juga masuk kedalam keanggotaan DGI(Dewan Gereja di Indonesia) pada tahun 1950-an. Perkembangan GBKP juga terlihat ketika menjelang 1980 jumlah anggota yang meningkat menjadi 110.000 orang.
Pertumbuhan ini membuat Sinode memang butuh untuk mengadakan penginjilan dengan membentuk jemaat-jemaat baru. Hal ini dilakukan agar ada sebuah kepengurusan yang dapat di kontrol perkembangannya. Penginjilan ini dilakukan pada mulanya oleh pengurus-pengurus sinode, tetapi dalam perkembangannya penginjilan dilakukan juga oleh gereja dan jemaat yang sudah berdiri dan mampu mengadakan penginjilan.
DARI SUMATERA UTARA KE RIAU2
Saya menggunakan sumber dari buku sejarah GBKP Pekanbaru. Hal ini dikarenakan oleh Pekanbaru yang menjadi titik mulanya perkembangan GBKP di Riau.
Sejak GBKP berdiri sendiri menjadi salah satu sinode, maka penyebaran injil dan pembangunan gereja-gereja GBKP juga terus menerus dilakukan. Terlihat sekarang dimana di Sumatera hingga di Jawa, Kalimantan, dan Bali GBKP sudah mengembangkan karyanya. Salah satu tempat dimana GBKP melakukan penginjilan adalah di daerah Riau yang memiliki ibu kota Pekanbaru.
Hal ini dimulai sejak ibu kota Provinsi Riau dipindah dari tanjung pinang ke Pekanbaru yang menyebabkan banyak orang Karo yang datang ke Pekanbaru semakin bertumbuh setiap tahunnya.Kedatangan mereka umumnya memiliki tujuan yang sama yaitu masalah pekerjaan. Orang-orang Karo yang berada di Pekanbaru menamakan diri mereka dengan “Orang Karo Perantau”. Pekerjaan yang umumnya dijalani mereka adalah pegawai negeri, pegawai swasta dan wiraswasta.
Kerinduan untuk membuat sebuah perkumpulan di tanah perantauan pun muncul disetiap hati orang-orang Karo. Dimana biasanya mereka hidup dengan budaya berkelompok, tetapi kini harus terpisah dan disibukkan dengan pekerjaan. Pada tahun 1963 terbentuklah sebuah lembaga organisasi dengan nama PERSADA KARO PEKANBARU sebagai perwujudan dari sebuah kerinduan. Dalam lembaga ini, bukan hanya terdiri dari orang Karo yang beragama Kristen namun juga yang beragama Islam. Beberapa bidang sejak terbentuknya lembaga ini mulai dibentuk. Salah satunya adalah bidang persekutuan yang dibentuk pada tahun 1972, kegiatan yang dibentuk oelh bidang ini berupa kebaktian oikumene bagi yang beragama Kristen dan pewiridan bagi yang beragama Islam.
Pada kebaktian oikumene ini memang terdiri dari orang-orang yang dulunya berlatar belakangkan gereja yang berbeda-beda sebelumnya. Tetapi dalam kebaktian itu, muncul keinginan dari jemaat itu sendiri untuk mengadakan kebaktian dengan bahasa Karo. Tidak ada kejelasan mengenai tahun berapa diadakan ibadah dengan berbahasa Karo di Pekanbaru tetapi keinginan ini diwujudnyatakan. Kebaktian ini sudah menggunakan buku nyanyian GBKP yang biasa digunakan di banyak GBKP.
Bahasa ibu akan membuat orang-orang lebih nyaman dan merasa dirumah sendiri. Mungkin hal ini juga yang membuat kebaktian oikumene menggunakan bahasa Karo semakin diminati oleh para anggota lembaga. kebaktian ini terus berkembang, terlihat dari mulai diadakannnya natal bersama dengan berbahasa Karo dan mengundang pendeta dari Sumatera Utara. Pada tahun 1973, pendeta sumatera utara yang datang adalah Pdt Selamat Barus, untuk memimpin kebaktian natal. Kedatangan pendeta ini juga sebagai kerinduan orang Karo untuk mendirikan gereja sendiri dengan pimpinan GBKP selaku sinode.
Dalam perkembangan kekeristenan ini tidak terlepas dari peran Lembaga Persada Karo Pekanbaru itu sendiri. Peran lembaga ini terlihat ketika lembaga ini memakai uang persembahan dan khas untuk membeli sebidang tanah dengan luas 2 Ha yang terletak di Rumbai. Tanah yang dibeli oleh lembaga ini, direncanakan akan dibangun mesjid, jambur(balai pertemuan untuk acara-acara tertentu misalnya acara adat).
Pada tahun 1984 terdapat pembicaraan mengenai pembangunan GBKP di Pekanbaru ketika ada kebaktian oikumene.
NO
BULAN & TAHUN
PERKEMBANGAN
1.
Maret 1984
Dibicarakan rencana pembentukan gereja secara umum
2.
April 1984
Dibicarakan pembentukan panitia persiapan pembangunan GBKP
3.
Mei 1984
dilakukan acara adat dengan diberikannya bena benih( Indonesia: bibit awal) oleh orang tua kepada GBKP
4.
Desember 1984
Kebaktian pertama dengan berlandaskan GBKP
5.
Oktober 1984
Diresmikan menjadi majelis lengkap GBKP
Selain itu terdapat enam hal yang tercatat menjadi faktor pendukung didirikannya GBKP Pekanbaru.
1) Sinode GBKP telah menyetujui dan mendukung berdirinya GBKP di Pekanbaru dengan dikirimnya surat pada tanggal 15 Juni 1984
2) Terdapat dukungan yang datang dari Klasis Lubuk Pakam dengan kedatangan Pdt Bebas Ginting untuk membantu selama beberapa hari di Pekanbaru,
3) Sambutan dari gereja sekitar. Hal ini terlihat dari sambutan positif Pdt. Susetyo dari GPIB
4) Sudah mendapat kemungkinan untuk mendapat izin peminjaman gedung GPIB dan juga HKBP sebagai tempat ibadah sementara,
5) Tenaga khotbah sudah disetujui dari gereja-gereja sekitar dengan cara mengundang pendeta tersebut.
6) Kerinduan yang sangat dari jemaat sendiri untuk memulai ibadah sendiri, terlihat dari kemauan untuk membentuk majelis GBKP Pekanbaru.
Namun terdapat faktor yang menghambat didirikannya GBKP
I. Dalam membangun gereja, dana dan segala perlengkapannya sudah dapat memulai kegiatan pembangunan, tetapi izin mendirikan bangunan dari pemerintah belum dikeluarkan.
II. Pada masa itu, agama masih merupakan sebuah masalah karena ada sebuah pembedaan. sehingga warga tidak setuju dalam pembangunan sebuah Gereja dilokasi yang dipilih.
III. Agama juga yang yang membuat masyarakat sulit dalam mencari tempat tinggal di Pekanbaru (kota), sehingga harus mencari tempat tinggal yang lebih jauh.
Pada awalnya, ibadah yang dilakukan di gereja HKBP dan GPIB Pekanbaru karena pada tahun 1989-1990 hanya dapt membuat sebuah lelang-lelang untuk mengumpulkan dana. Dan setelah mendapat izin dari pemerintah, barulah gedung gereja dibangun pada tahun 1991. Barulah ketika telah dirasa bisa melakukan ibadah di gedung ini, maka ibadah GBKP tidak lagi menumpang ke gereja tetangga.
Seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa kebaktian ini berasal dari kebaktian yang di laksanakan secara oikumene oleh Persada Karo.Tetapi dalam perkembangannya kebaktian oikumene ini mulai tidak dilakukan lagi tepatnya sejak tahun 1985. Dan sejak itu pula lembaga ini mulai mengalami penyurutan kegiatan. Pada tahun 1993 tepatnya tanah yang pernah dibeli oleh lembaga Persada Karo dijual atas persetujuan anggota yang dimana hasil penjualannya digunakan untuk membantu pembangunan gereja dan mesjid yang ada.
Pada periode tahun 1989-1994 orang Karo di Riau sudah mulai meninggat pesat. Hal ini dikarenakan jalan raya Lintas sumatera anatara medan dan riau sudah dibangun dan sudah dapat dilewati. Perkebunan-perkebunan juga sudah mulai dibuka di Riau, sehinggap para perantau tertarik untuk datang ke Riau. Hal ini juga yang membuat GBKP Pekanbaru tertarik untuk melakukan penginjilan-penginjilan mereka ke tempat yang lebih pelosok di Riau yang dimana dapat terdeteksi kelompok orang Karo.
Pada Periode ini juga lah GBKP Pekanbaru membuka pelayannya di daerah Kandis,Sei Tapung, Terantam, Perawang dan Batam yang dilakukan dengan cara penginjilan yang sama. Cara penginjilan yang dilakukan umumnya bertamu dan menanyakan keadaan orang Karo yang ada didaerah tersebut sehingga dimungkinkan untuk melakukan penginjilan berupa persekutuan. Apabila dimungkinkan untuk melakukan persekutuan setelah mendapat izin, maka persekutuan diadakan dirumah warga. Penginjilan ini dilakukan juga dengan pengadaan-persekutuan berkala misalnya sekali dalam sebulan yang dipimpin oleh pendeta atau majelis dari Pekanbaru. Bukan hanya mengadakan persekutuan, namun GBKP Pekanbaru juga membimbing persekutuan hingga menjadi sebuah gereja dan dikontrol perkembangannya pada awal setelah peresmiannya.
Namun dalam penginjilan ke tempat lain, GBKP Pekanbaru memiliki halangan-halangan dalam rupa tenaga pelayan yang kurang sehigga sulit memenuhi kebutuhan jemaat yang bertumbuh pesat di Riau.. Karena jarak jemaat satu dengan yang lain begitu jauh sehingga membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan pada saat itu transportasi yang sulit walaupun lintasan sudah baik.
PEKANBARU KOTA MENUJU KE PELOSOK RIAU
Pembangunan Provinsi Riau sudah mulai membaik, dibangun pula jalan Lintas Sumatera yang memperlancar kedatangan orang-orang Karo dari sumatera utara kesana. Muncul pula pabrik dan perkebunan kelapa sawit yang menarik minat orang-orang untuk mencari pekerjaan di Riau, sehingga bertambah juga orang-orang Karo yang berdomisili di Riau walaupun masih bisa dikatakan pelosok.
Salah satu kebun dan pabrik yang ada di Riau adalah Pabrik dan Perkebunan Sei Tapung. Terletak 4 jam dari Kota Pekanbaru dengan penduduk awal mayoritas bersuku Minang dan beragama Islam.
Secara umum masyarakat di Sei Tapung terdiri banyak suku bukan hanya suku Karo. Suku yang berdomisili disana mulai dari suku Jawa, Minang, dan batak. Pada awalnya keadaan perekonomian memang masih tergolong tingkat perekonomian yang sederhana kebawah, dan mayoritas penduduk sebagai karyawan dan petani.
Sei Tapung pada masa tersebut orang-orang Karo sudah mulai ada disana sejak tahun 1991 atau beberapa tahun sebelumnya sebagai karyawan disana. Latar belakang dan tujuan yang sama adalah alasan mereka berkumpul di Sei Tapung. Mayoritas perantau yang datang ke Sei Tapung terdiri dari para pemuda-pemudi. Biasanya yang sering mengadakan pertemuan dengan mengadakan arisan Merga Silima.3 Arisan ini di tujukan kepada orang-orang Karo baik yang beragama Kristen maupun islam. Selain arisan, mereka juga biasanya mengadakan pesta adat bersama salah satu contohnya perkawinan dengan acara adat.
Pada masa ini sudah terdapat sebuah gereja oikumene milik PTP V, dan gereja yang memakainya adalah HKBP. Orang karo yang beragama kristen masuk menjadi anggota jemaat HKBP. HKBP saat itu memang berdiri jauh lebih lama, sehingga sudah memiliki program yang lengkap. Kelengkapan ini terlihat ketika mereka sudah memiliki tenaga pelayan sendiri, Sekolah minggu, dan persekutuan kategorial lainnya.
Keberadaan orang karo di sei tapung lama kelamaan bertambah cukup banyak untuk menjadi sebuah jemaat. Keberadaan orang-orang Karo yang yang semakin lama semakin banyak ini, terdengar hingga ke Pekanbaru kota yang telah memiliki gereja sendiri. Sehingga GBKP Pekanbaru membuka wilayah pekabaran injilnya di Sei Tapung. Pekabaran injil ini dilakukan dengan cara membentuk persekutuan-persekutuan di rumah-rumah warga Karo yang beragama Kristen. Penginjilan ini juga dilaksanakan dengan datangnya majelis-majelis GBKP Pekanbaru secara bergantian ke Sei Tapung untuk mengadakan persekutuan. Izin dari pengadaan persekutuan ini awalnya tidak lepas dari pera seorang staf Adm di Kebun Sei Tapung yaitu A. Perangin Angin.
Merantau dan diterimanya seorang sarjana Pendidikan Agama Kristen ke Sei Tapung yang bernama Drs. Jusup Surbakti memperlancar penginjilan yang dilakukan oleh GBKP Pekanbaru. Drs Jusup Surbakti berperan dalam pengadaan persekutuan dan juga mengambil peran dalam membina jemaat saat itu.
Dalam masa penginjilan, sebuah penghalang tidak terlalu lihat menjadi penghalang pembangunan gereja. Tidak terlalu sulit untuk mengadakan penginjilan di Seitapung, dikarenakan oleh jemaat yang sudah tersedia(terkumpul karena kompleks perumahan) dan juga keberadaan persekutuani di kompleks PTP V sehingga perizinan dan hal-hal yang terkait tidak sulit untuk mengurusnya. Pada tanggal 26 Mei 1991 di resmikan lah GBKP Sei Tapung yang peresmiannya dipimpin oleh Pdt. D.S Pandia yang juga disaksikan oleh jemaat Pekanbaru.4 GBKP Sei memiliki jemaat awal sekitar 25 kepala keluarga. GBKP memang tidak memiliki bangunan sendiri untuk mengadakan ibadah, tetapi GBKP mengadakan kebaktian di gedung gereja Oikumene milik PTP V Sei Tapung . Gereja ini yang terletak di kompleks PTP V sehingga dapat di jangkau masyarakat di kompleks tersebut.
Pada masa berdirinya GBKP Sei Tapung, kendala sebagai gereja baru memang ada. GBKP yang memang hingga sekarang kekurangan pendeta , pada masa ini juga pendeta datang paling cepat sekali dalam sebulan. Hal ini yang membuat sehingga ada tenaga detaser yang di datangkan dari sinode untuk membantu. Detaser yang dikiri pada masa ini adalah Elli Enjelita Br. Ketaran.
Dalam menjalankan sistem di gereja pada masa itu terdapat pelayan Khusus di majelis jemaat. Pelayan khusus ini terdiri dari empat orang, 3 orang penatua dan 1 orang diaken. Keempat orang tersebut adalah Joni Ginting, Simon Singarimbun, Jusup Surbakti selaku penatua dan Perkumpulen Karo-Karo selaku Diaken untuk periode kemajelisan 1991-1994 yang seharusnya 1989-1994. Pada periode 1995-1999 kepengurusan majelis GBKP Sei Tapung berubah menjadi 5 orang yang dimana Joni Ginting, Simon Singarimbun, Jusup Surbakti selaku penatua dan Perkumpulen Karo-Karo, Rinaldi Sembiring selaku Diaken.
Pada periode ini, GBKP Sei Tapung masuk kedalam runggun5 Pekanbaru. Namun pada tahun 1999 berdasarkan keputusan ini berdasarkan sidang GBKP tanggal 22-23 Oktober 1999 di Batam, diadakan pemekaran GBKP Pekanbaru menjadi dua :
1) GBKP Runggun Pekanbaru : Jemaat Pekanbaru, Sei Tapung,Lubuk Dalam, Sei Buatan, Pangkalan Kerinci, Terantam, dan Dalu-Dalu.
2) GBKP Runggun Perawang : Jemaat Muara Fajar, Perawang dan Minas.
Namun terjadi Perubahan dimana sesuai sidang Klasis pada 24 Februari 2001 di Perbaungan terjadi Pemekaran lagi yaitu menjadi 3 runggun:
1) Runggun Pekanbaru : Jemaat Pekanbaru
2) Runggun Siak Pelalawan : Jemaat Lubuk Dalam, Sei Buatan, Pangkalan Kerinci
3) Rokan Hulu : Terantam, dalu-dalu dan Sei Tapung
Menurut catatan, pemekaran ini bertujuan untuk mendewasakan dalam pelayanan dan berdasarkan anggota jemaat yang setiap tahun bertambah. Selain itu pada tahun 2000 klasi Lubuk Pakam mekar menjadi dua klasis yaitu Klasis Lubuk Pakam dan Klasis Riau Sumbar yang dimana Runggun Pekanbaru, Runggun Siak Pelalawan, Runggun Rokan Hulu masuk kedalam klasis Riau Sumbar.
Daerah Penginjilan6
GBKP Sei Tapung merupakan karya penginjilan GBKP Pekanbaru yang merupakan karya penginjilan dari Sumatera Utara yang merupakan asal Penginjilan GBKP. GBKP juga melakukan tugasnya sebagai gereja. Hal ini dilihat penting karena pertumbuhan orang Karo yang meningkat. Peningkatan ini akibat banyaknya lahan yang dibuka menjadi perkebunan dan pabrik kelapa sawit yang menarik perhatian perantau dari luar Riau. Sehingga didaerah yang lain juga terdapat kumpulan orang Karo dengan kerinduan masing-masing daerah yang ingin membuat kebaktian sendiri berbahasa Karo.
Melihat keadaan ini, GBKP Sei Tapung mengadakan penginjilan sebagai programnya. Menurut wawancara terdapat tiga daerah penginjilan.
i. Sungai Intan
Sungai Intan merupakan sebuah jemaat hasil penginjilan GBKP Sei Tapung. Penginjilan dilakukan pertama kali pada tahun 2002 oleh salah satu penatua GBKP Sei Tapung yaitu Simon Singarimbun. Penginjilan dilakukan dengan cara persekutuan yang diadakan di rumah salah seorang jemaat. Pada masa itu jemaat di Sungai Intan berjumlah 10 kepala keluarga. Kesulitan yang dialami pada penginjilan ini adalah jarak tempat tinggal yang berjauhan, jemaat umumnya adalah pegawai sehingga memiliki ikatan dinas yang tidak dapat meninggal pekerjaan mereka, keadaan ekonomi jemaat yang masih sulit. Pada perkembangannya saat ini jemaat Sungai Intan sekitar 15 Kepala Keluarga.
ii. Ujung Batu
Ujung Batu merupakan gereja yang terletak hampir dikatakan dekat dengan jalan sehingga tidak sulit menjangkaunya. Penginjilan dilakukan oleh Pdt. Masada Sinukaban dan didukung para majelis GBKP Sei Tapung. Jemaat ini terbentuk pada tahun 2007 yang juga penginjilan dilakukan dengan persekutuan. Awalnya jemaat di Ujung Batu terdiri dari 12 kepala keluarga. Kesulitan yang dialami juga tidak jauh berda dengan Sungai Intan, hanya jemaat Ujung Batu mayoritas pedagang. Banyaknya pendatang dan suku Karo di ujung batu yang mengetahui keberadaan GBKP ujung batu, maka jemaat kini berjumlah 25 kepala keluarga. Jemaat bukan hanya terdiri dari keluarga dalam arti suami dan istri dari suku Karo, namun juga ada yang salah satunya bersuku Karo namun yang lainnya bersuku lain. Sehingga unik bahwa ibadah di GBKP Ujung batu menggunakan Bahasa Indonesia yang bergantian dengan Bahasa Karo setiap minggu.
iii. Koto Kampar(Kokar)
Jemaat ini juga merupakan jemaat yang hidup didaerah kompleks pabrik kelapa sawit. Sebelum penginjilan diadakan dari GBKP Sei Tapung mereka menjadi anggota gereja katolik dan gereja kesukuan yang ada di kompleks tersebut. Pada tahun 2009 Pdt. Jaya Abadi Tarigan mengadakan penginjilan kesana bersama penatua dari GBKP Sei Tapung. Jemaat yang ada pada saat itu sekitar 15 kepala keluarga. Tidak jauh beda dengan penginjilan yang dilakukan sebelumnya, penginjilan di Kokar juga dilakukan dengan persekutuan. Pada saat penginjilan di Kokar kesulitan memang tidak terlihat karena berada dilingkungan perkebunan. Hingga pada tahun 2010 jemaat kokar diresmikan oleh GBKP menjadi jemaat yang baru. Pertumbuhan jemaat di Kokar sangat pesat karena memang banyak penduduk disini yang bersuku Karo yang kemudian bergabung di GBKP sehingga sekarang jemaat berjumlah 40 Kepala keluarga.
SEI TAPUNG SEKARANG
GBKP Sei Tapung saat ini telah berkembang sedikit demi sedikit sejak peresmiannya. Perkembangan ini pun bukan hanya mengembangkan diri sendiri namun juga sesama, terlihat melalui penginjilan yang dilakukan oleh gereja.
Pada saat ini jemaat telah berjumlah 35 Kepala keluarga. Pertambahan ini dikarenakan bertambah juga karyawan PTP V yang bersuku Karo dan masuk menjadi jemaat GBKP Sei Tapung. Namun pengurangan jarang terjadi karena mereka merupakan karyawan tetap yang jarah pindah dinas. Selain itu mereka akan pindah domisili apabila sudah pensiun dan harus pindah karena rumah tempat mereka tinggal merupakan rumah perusahaan.
GBKP Sei Tapung sudah memiliki komisi-komisi sendiri, yaitu komisi yang mengurus hal-hal yang berkaitan dengan KA-KR (Kebaktian Anak-Kebaktian Remaja), MORIA(Ibu-ibu), MAMRE(bapak-bapak).
GBKP Sei Tapung saat ini juga semakin memfasilitasi jemaat dengan mengadakan PA (pemahaman Alkitab), Kursus, dan juga pelatihan kepada jemaat. Selain itu gereja juga melihat kebutuhan orang-orang sekitar dengan pemberian bantuan dana untuk sekolah maupun kuliah untuk mereka yang kurang mampu.
Merga Silima yang menjadi awal perkumpulan orang Karo di Sei Tapung sampai sekarang tidak hilang, karena dalam perkembangan hingga sekarang pertemuan, arisan Merga Silima masih dilakukan. Sehingga walaupun sudah ada GBKP tempat untuk yang beragama Kristen, tapi hubungan antara agama dalam satu suku masih dijalin dengan adanya perkumpulan Merga Silima ini.
KESIMPULAN
Melihat perkembangan dan perjalanan GBKP dari masa Zending, terlihat banyak sekali faktor yang menjadi halangan dan dukungan dalam penginjilannya. Berkmbangnya agama kristen di orang Karo juga menunjukkan sebuah perkembangan kekristenan di Indonesia. GBKP juga bukan hanya bekerja sendiri dengan membangun jemaat sendiri. Hal ini dibuktikan dengan melihat dua gereja hasil penginjilan ini selalu melakukan penginjilan juga di daerah lain. Memakai Firman Tuhan Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul karena Aku, Aku berada di tengah-tengah mereka." (Mat 18:20 BIS) yang menjadi dasar untuk melakukan penginjilan dengan cara melakukan persekutuan. Dalam bersekutu ini barulah akan dibicarakan dan didiskusikan tentang sebuah pembangunan jemaat.
Kesamaan lainnya dimana setiap orang kristen pasti memiliki kerinduan untuk bersekutu dalam persekutuan. Hal ini terlihat di daerah penginjilan bahwa mereka juga merindukan adanya penginjilan dan pembentukan jemaat di tempat mereka. Dan hal ini memberikan sebuah pelajaran dalam diri saya sebagai penulis bahwa nilai sejarah merupakan sebuah nilai yang tak ternilai. Sejarah merupakan sesuatu yang tidak bisa dihapuskan dari sebuah kehidupan.
SUMBER :
Rinaldi Sembiring adalah Seorang Pegawai PTP V sejak tahun 1991 dan berdomisili di Sei Tapung.Dapat dikatakan bahwa ia merupakan saksi hidup perkembangan GBKP Sei Tapung. Ia juga menjadi seorang diaken dalam kepengurusan di Sei tapung sejak periode 1995-1999. Ia membidangi dan mendukung setiap penginjilan. Hanya satu periode ia lepas dari kepengurusan tetapi setelah itu masih terpilih hingga pernah menjadi Ketua Majelis Jemaat.
DAFTAR PUSTAKA
Cooley, Frank L dan tim peneliti. 1973. Benih Yang Tumbuh IV : Suatu Suvey Mengenai Gereja Batak Karo Protestan. Jakarta
Tarigan, Wagito, Salomo Sinuraya dan Jansen Barus. Ulih Latih Merdang GBKP Runggun Pekanbaru Dahulu- Kini Dan Harapan Kedepan. Pekanbaru
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar